Featured

Antara Ruh dan Jasad

man

Pada suatu hari Abu Bashir berada di Masjid al-Haram. la terpesona menyaksikan ribuan orang yang bergerak mengelilingi Ka’bah, mendengarkan gemuruh tahlil, tasbih, dan takbir mereka. Ia membayangkan betapa beruntungnya orang-orang itu. Mereka tentu akan mendapat pahala dan ampunan Allah Swt.

Imam Ja’far al-Shadiq, tokoh spiritual yang terkenal dan salah seorang ulama besar dari keluarga Rasulullah saw, menyuruh Abu Bashir menutup matanya. Imam Ja’far mengusap wajahnya. Ketika ia membuka lagi matanya, ia terkejut dengan segala yang dilihatnya. Apa yang disaksikan Abu Bashir pada kali yang pertama adalah tubuh-tubuh manusia. Apa yang dilihat kedua kalinya adalah bentuk-bentuk ruh mereka. Kita adalah makhluk yang hidup di dua alam sekaligus.

Tubuh kita hidup di alam fisik, terikat dalam ruang dan waktu. Para ulama menyebut alam fisik ini sebagai alam nasut, alam yang bisa kita lihat dan kita raba, kita dapat menggunakan pancaindera kita untuk merasakannya. Sementara itu, ruh kita hidup di alam metafisik, tidak terikat dalam ruang dan waktu. Para ulama menyebut alam ini alam malakut. Menurut al-Quran, bukan hanya manusia, tetapi segala sesuatu mempunyai malakut-nya. “Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya malakut segala sesuatu. Dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.’ (QS. Yasin 83); ‘Dan demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim, malakut langit dan bumi.” (QS. Al-An’am 75)

Ruh kita, karena berada di alam malakut, tidak dapat dilihat oleh mata lahir kita. Ruh adalah bagian batiniah dari diri kita. Ia hanya dapat dilihat oleh mata batin. Ada sebagian di antara manusia yang dapat melihat ruh dirinya atau orang lain. Mereka dapat menengok ke alam malakut. Kemampuan itu diperoleh karena mereka sudah melatih mata batinya dengan riyadhah kerohanian atau karena anugrah Allah (al-mawahib al-rabbaniyyah). Para Nabi, para wali, dan orang-orang saleh seringkali mendapat kesempatan melihat ke alam malakut itu.

Makanan Ruh

Ruh seperti tubuh juga dapat berada dalam berbagai keadaan. Imam Ali kw berkata, ‘Sesungguhnya tubuh mengalami enam keadaan; sehat, sakit, mati, hidup, tidur, dan bangun. Demikian pula ruh. Hidupnya adalah ilmunya, matinya adalah kebodohannya., sakitnya adalah keraguannya, dan sehatnya adalah keyakinannya, tidurnya adalah kelalaiannya, dan bangunnya ialah penjagaannya.’ (Bihar al-Anwar 61:40).

Seperti tubuh, ruh pun memerlukan makanan. Mulla Shadra tidak menyebutnya makanan. Ia menyebutnya rezeki. Ia berkata, ‘Setiap yang hidup perlu rezeki, dan rezeki arwah adalah cahaya-cahaya Ilahiah dan ilmu-ilmu rabbaniah.’ (Mafatih aI-Ghaib 545)

Untuk meningkatkan kualitas ruh, supaya ia sehat dan kuat, kita perlu memberikan kepadanya cahaya-cahaya Ilahiah dalam bentuk zikir, doa, dan ibadat-ibadat lainnya seperti salat, puasa, dan haji. Pada Bulan Ramadhan, kita berusaha menerangi ruh kita dengan berbagai makanan rohani. Kita mandikan ruh kita dengan proses pensucian batin, seperti istighfar, mengendalikan hawa nafsu, dan menjauhi kemaksiatan. Karena itu Nabi saw bersabda, ‘Bulan Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan atas kamu puasanya dan disunnahkan bagimu bangun malamnya. Barangsiapa yang berpuasa dan melakukan salat malamnya dengan iman dan ikhlas, Tuhan akan mengampuni dosa-dosanya yang terdahulu. (Dalam riwayat lain) la akan keluar dari dosa-dosanya seperti ketika ia keluar dari perut ibunya.’

Kita menghidupkan ruh dengan ilmu-ilmu rabbaniah. Inilah yang kita maksud dengan dimensi intelektual dari keberagamaan kita. Ada ilmu-ilmu yang membantu kita untuk memelihara kesehatan tubuh kita seperti ilmu gizi, kedokteran, ekologi, dan sebagainya. Di samping itu, ada ilmu-ilmu yang menolong kita untuk menyehatkan ruh kita: ilmu-ilmu tentang al-Quran dan Sunnah (syariat), ilmu-ilmu tentang cara mendekatkan diri kita kepada Allah (thariqat), dan ilmu-ilmu berkenaan dengan pengalaman rohaniah (haqiqat).

Seperti tubuh, ruh yang tidak diperhatikan dan dipelihara, ruh yang kekurangan makanan akan menjadi ruh yang lemah, sakit-sakitan, dan akan dikuasai setan. Ruh yang sakit tampak dalam gejala-gejala seperti kegelisahan, keresahan, kebingungan, hidup yang tidak bermakna, hidup tanpa tujuan, kosongan eksistensial (existential vacuum). Pendeknya, ruh yang sakit tampak dalam hidup yang tidak tentram. Al-Quran melukiskannya, ‘Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan kami menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha 124); “Barangsiapa yang Allah menghendaki akan diberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.’ (QS. Al-An’am 120).

Keindahan Ruh

Seperti tubuh, arwah mempunyai rupa yang bermacam-macam: buruk atau indah; juga mempunyai bau yang berbeda: busuk atau harum. Rupa ruh jauh lebih beragam dari rupa tubuh. Berkenaan dengan wajah lahiriah, kita dapat saja menyebut wajahnya mirip binatang, tapi pasti ia bukan binatang. Ruh dapat betul-betul berupa binatang -babi atau kera. Tuhan berkata, ‘Katakanlah: apakah akan Aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk kedudukannya di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka ada yang dijadikan kera dan babi dan penyembah Thagut? Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Maidah 60)

Al-Ghazali menulis: ‘Al-Khuluq dan Al-Khalq kedua-duanya digunakan. Misalnya si Fulan mempunyai khuluq dan khalq yang indah, yakni indah lahir dan batin. Yang dimaksud dengan khalq adalah bentuk lahir, yang dimaksud dengan khuluq adalah bentuk batin. Karena manusia terdiri dari tubuh yang memperhatikan dengan mata lahir dan ruh yang memperhatikan dengan mata batin. Keduanya mempunyai rupa dan bentuk baik jelek maupun indah. Ruh yang memperhatikan dengan mata batin memiliki kemampuan yang lebih besar dari tubuh yang memperhatikan dengan mata lahir. Karena itulah Allah memuliakan ruh dengan menisbahkan kepada diri-Nya. Ia bersabda, ‘Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, Aku menjadikan manusia dan’ tanah. Maka apabila telah kusempurnaan kejadiannya dan kutiupkan kepadanya ruhku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.’(QS. Shad 71-72). Allah menunjukkan bahwa jasad berasal dari tanah dan ruh dari Tuhan semesta alam. (Ihya Ulum Al-Din, 3:58).

Khuluq -dalam bahasa Arab- berarti akhlak. Ruh kita menjadi indah dengan akhlak yang baik dan menjadi buruk dengan akhlak yang buruk. Dalam teori akhlak dari Al-Ghazali, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, akan memiliki ruh yang berbentuk babi; orang yang pendengki dan pendendam akan memiliki ruh yang berbentuk binatang buas; orang yang selalu mencari dalih buat membenarkan kemaksiatannya akan mempunyai ruh yang berbentuk setan (monster) dan seterusnya.

Ketika turun ke bumi, karena berasal dari Mahasuci, ruh kita dalam keadaan suci. Ketika kita kembali kepadanya, ruh kita datang dalam bentuk bermacam-macam. Ketika pohon pisang lahir ke dunia, ia lahir sebagai pohon pisang. Ketika mati, ia kembali sebagai pohon pisang lagi. Ketika manusia lahir, ia lahir sebagai manusia. Ketika mati, ia kembali kepada Tuhan dalam berbagai bentuk, tidak hanya dalam bentuk manusia saja. Ia dapat kembali dalam bentuk binatang, setan, atau cahaya.

Walhasil, untuk memperindah bentuk ruh kita, kita harus melatihkan akhlak yang baik. Meningkatkan kualitas spiritual, berarti mernperindah akhlak kita. Kita menyimpulkan prinsip ini dalam doa ketika bercermin. “Allahumma kama ahsanta khalqi fa hassin khuluqi.’ (Ya Allah, sebagaimana Engkau indahkan tubuhku, indahkan juga akhlakku).

Ruh dalam Maut

Kita kutipkan di sini hadits yang panjang;

“Kami sedang mengantarkan jenazah di Baqi. Kemudian datanglah Nabi dan duduk bersama kami di dekat jenazah. Kami tundukkan kepala kami seakan-akan burung hinggap di atasnya. Ia berkata: Aku berlindung dari siksa kubur, 3X. Sesungguhnya manusia mukmin ketika hendak memasuki akhirat dan meninggalkan dunia, turunlah malaikat kepadanya dengan wajah yang bersinar seperti cahaya matahari. Mereka duduk di dekat rnayit sepanjang mata memandang. Lalu datanglah malakal maut dan duduk di dekat kepalanya dan berkata: Hai ruh yang baik, keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya. Maka keluarlah ruh itu mengalir seperti mengalirnya tetesan air dari mulut cerek. Malaikat maut mengambilnya. Apabila ia sudah mengambilnya, ia tidak membiarkannya berada di tangannya sekejap mata pun sampai ia menyimpannya di dalam kafan. Dari ruh itu keluarlah bau harum semerbak memenuhi permukaan bumi. Para malaikat naik membawa ruh itu. Setiap kali mereka rnelewati kelompok malaikat yang lain, mereka ditanya, ‘Siapa ruh yang baik ini?’ Mereka menyebut Fulan bin Fulan dengan nama-nama yang indah yang diperolehnya di dunia. Ketika sampai di langit dunia, dibukakanlah pintu baginya. Pada setiap langit, malaikat mengantarkannya sampai ke langit berikutnya dan seterusnya sampai ke Allah Ta’ala.

Allah berfirman: ‘Tuliskan kitab hamba-Ku di tempat yang tinggi. Kembalikan dia ke bumi karena aku menciptakannya dari bumi, mengembalikannya ke bumi, dan mengeluarkannya dari bumi sekali lagi. Lalu ruhnya dikembalikan ke jasadnya. Dua malaikat datang dan duduk bersamanya seraya berkata: Siapa Tuhanmu? Ia berkata: Tuhanku Allah. Apa agamamu? Agamaku Islam. Siapa laki-laki yang diutus kepadamu? Rasulullah. Darimana kamu mengetahui hal ini? Aku membaca Kitabullah, beriman kepadanya, dan membenarkannya. Seorang penyeru berseru dari langit: Benar hambaku. Hamparkan baginya tikar dari surga. Bukakan baginya pintu dari surga. Lalu angin dan semerbak surga datang kepadanya. Kuburan dilegakan seluas pandangan mata. Seseorang yang berwajah cantik datang kepadanya dengan baju yang indah dan bau yang harum. Ia berkata: Bergembiralah dengan apa-apa yang akan membahagiakan kamu. Inilah hari yang dijanjikan kepadamu. Mayit bertanya: siapakah kamu? Wajahmu wajah yang membawa kebaikan. Ia berkata: Saya. amal shalehmu. Ia berkata: Tuhanku, tegakkanlah hari kiamat supaya aku kembali kepada keluargaku dan kekayaanku.

Bila seorang kafir meninggalkan dunia dan memasuki akhirat, dari langit turunlah mialaikat berwajah buruk dan membawa kain yang buruk. Mereka duduk di dekat mayit sepanjang mata memandang. Lalu datanglah malakal maut dan duduk di dekat kepalanya dan berkata: Hai ruh yang buruk, keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya.. Malaikat maut mencabut nyawanya seperti sisir besi mencabuti bulu yang basah. Mailakat maut mengambilnya. Apabila ia sudah mengarnbilnya, ia tidak membiarkannya berada di tangannya sekejap mata pun sampai ia menyimpannya di dalam kain buruk itu. Dari ruh itu keluar bau yang lebih busuk dari bau bangkai dan memenuhi permukaan bumi. Para malaikat naik mernbawa ruh itu. Setiap kali mereka melewati kelompok malaikat yang lain mereka ditanya. “Siapa ruh yang buruk ini”? Mereka menjawab; Fulan bin Fulan dan menyebutnya dengan nama-nama yang buruk yang diperolehnya dari dunia. Ketika ia sampai ke langit dunia, ia minta dibukakan pintu langit, tetapi tidak dibukakan kepadanya. Kemudian. Rasulullah saw membaca ayat Al-Quran, “Sesingguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan kepada mereka pintu-pintu langit dan tidak pula mereka masuk surga, seperti tidak mungkinnya unta masuk ke lubang jarum. (QS. Al-A’raf 40)

Allah berfirman, ‘Tuliskan kitabnya di bumi yang paling rendah.’ Maka dilemparkanlah ruhnya. Kemudian Nabi membaca ayat Al-Quran, ‘Dan barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (QS. AI-Haj 31) Lalu ruhnya dikembalikan ke jasadnya. Dua malaikat datang dan duduk bersamanya, seraya berkata: Siapa Tuhanmu? Ia berkata: Ah, aku tidak tahu. Seorang penyeru berteriak dari langit: Bohong hambaku. Hamparkan kepadanya tikar dari api neraka. Bukakan baginya pintu neraka. Panas dan keringnya neraka mendatanginya. Kuburannya disempitkan sampai pecah tulang-tulangnya. Seseorang yang berwajah buruk, berpakaian buruk, berbau busuk datang kepadanya dan berkata: Terimalah berita yang menyusahkan kamu. Inilah hari yang telah dijanjikan kepadamu. Mayit bertanya, ‘Siapakah kamu? Wajahmu wajah yang membawa keburukan.’ Ia menjawab, ‘Aku amalmu yang buruk.’ Mayit itu berkata: Tuhanku jangan tegakkan hari kiamat. (Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, Al-Ruh hal 44-45).

Oleh : Prof.Dr.KH. Jalaluddin Rakhmat

Dikutip dan mengalami editing dari:

http://tabligh-meraihpuncakkebahagiaan.blogspot.com/2011/02/antara-ruh-dan-jasad.html

 

“Kisah Cinta”

padang-pasir-12

Kisah lama dan terus berjalan hingga kukutnya seisi alam, itulah kisah cinta. Cinta adalah anugerah, dengan cinta dunia menjadi indah, dengan cinta pula hati menjadi gundah. Tak seorangpun luput dari panah penembus sudut, namun tergantung busur kemana mengarah, itulah sejatinya tujuan nan abadi darinya.

Suatu hari seorang orang gila berjalan dekat seorang Abid (Ahli Ibadah) yang sedang beribadah dalam keadaan menangis dan air mata yang mengalir keluar. Si Abid berdoa “Ya Tuhanku, Jangan masukkan hamba ke neraka-Mu, ampunilah dan kasihanilah hamba. Ya Allah yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang, jangan Engkau azab hamba dengan neraka-Mu. Sesungguhnya hamba ini sangatlah lemah, tiada daya dan upaya sedikit pun dalam menolak serta menghindari pedihnya azab-Mu. Badan hamba yang begitu lemah, kulit hamba yang sangat tipis, tulang hamba yang begitu rapuh, tidak akan sanggup untuk menahan panasnya api neraka-Mu. Ampunilah hamba dan kasihanilah hamba ya Allah”.

Mendengar doa Abid tersebut, orang gila itu pun tertawa terbahak-bahak begitu keras hingga mengalihkan konsentrasi si Abid. Ia pun bertanya pada orang gila tersebut “apa yang membuatkan kau ketawa wahai orang gila?”.

Orang gila menjawab “Karena kamu menangis lantaran takut api neraka”.

Si Abid kembali bertanya “Dan kamu tidak takutkah pada dahsyatnya api neraka ?”

“Tidak, aku sama sekali tidak takut” ujar Orang gila itu.

Giliran Si Abid yang ketawa dan berkata “memang benar engkau ternyata sudah gila”.

Orang gila itu lalu berkata, “bagaimana mungkin engkau takut neraka wahai Abid padahal kamu mempunyai Tuhan yang Rahmatnya begitu luas meliputi segala hal?”

“Itu lantaran aku memiliki dosa yang jikalau Allah hukum dengan keadilan-Nya, Niscaya aku akan terlempar ke neraka. Dan Aku takut dan menangis supaya Allah merahmatiku dan mengampuni seluruh dosaku sehingga aku tidak dihisab kelak lantaran adil-Nya beliau. Dan dengan Kurnia, Kebijaksanaan dan Kasih Sayang-Nya, Allah masukkan aku ke Surga dan menjauhkanku dari api neraka” jawab si Abid.

Mendengar jawaban itu, Si Orang gila pun tertawa lebih kuat dari yang sebelumnya. Dengan kesal, Abid bertanya kembali, “kenapa engkau tertawa ?”.

Si Orang gila menjawab “Wahai Abid, bukankah kamu memiliki Tuhan yang Maha Adil dan tidak Akan merugikanmu sedikitpun lalu kamu takut akan keadilan-Nya ?”.

”Disisimu ada Allah yang maha Pengampun, Maha Penyayang dan Maha menerima taubat lalu engkau takut akan nerakaNya ?”.

Si Abid balas bertanya “Apakah engkau tidak takut pada Allah, hai orang gila ?”.

“Tentu saja, Aku takut pada Allah tapi ketakutanku bukan kerana neraka-Nya” jawab si orang gila.

Si Abid tercengang, lalu berkata “Jadi jika kamu tidak takut kepada neraka-Nya, lantaran kamu takut apa?”.

Orang gila itu menjawab “Aku takut saat Allah menghadapiku dan bertanya padaku ‘Kenapa kamu durhaka pada-Ku wahai Hamba-Ku ?”. Kalau pun aku masuk neraka, aku lebih suka dimasukkan ke sana tanpa harus ditanya seperti itu oleh Allah nanti. Sungguh Azab neraka akan terasa lebih mudah bagiku dari menghadapi dan ditanya Allah dengan pertanyaan itu. Sungguh, aku tidak sanggup menghadapi Allah dengan mataku yang telah berkhianat pada-Nya dan menjawab pertanyaan-Nya dengan lidah yang begitu sering mendustai Perintah-Nya. Kalaupun aku masuk ke neraka dan Allah redha padaku, maka itu tidaklah mengapa”.

Si Abid kembali tercengang dengan jawaban orang gila tersebut, dan kali ini membuatnya berfikir lama. Orang gila itu pun berkata “wahai Abid, aku akan menceritakan pada mu sebuah rahsia namun jangan kamu ceritakan pada siapa pun”.

“Rahasia apa itu wahai orang gila yang cerdas?” jawab Abid.

“Wahai Abid, sesungguhnya Tuhanku tidak akan memasukkan ku ke neraka. Kamu tahu sebabnya kenapa ?”

“Kenapa ?” tanya si abid.

“Kerana Aku menyembah-Nya lantaran aku cinta dan rindu pada-Nya, sedangkan kamu menyembah-Nya lantaran kamu takut akan neraka-Nya dan tamak terhadap Surga-Nya.” Jawab Orang Gila.

“Persangkaanku terhadap-Nya lebih baik dari persangkaanmu, harapku pada-Nya lebih utama dari harapmu. Oleh karena itu, kenapa kamu tidak berharap sesuatu yang lebih utama dari apa yang sekarang kamu harapkan pada-Nya ?” Orang Gila pun berlalu sambil terus tertawa meninggalkan Si Abid yang kembali menangis tersedu-sedu.

rdp

Sebesar Kau Beri Sebesar Kau Dapati

Lentera Si Buta

Saat menolong orang lain pada saat yang sama sebenarnya sedang menolong diri sendiri. Apa yang dilakukan untuk orang lain, sebenarnya sedang melakukan untuk diri sendiri. Inilah rahasia kehidupan yang tersembunyi bagi banyak orang.

Bukan karena mereka tidak melihat kebenaran ini, tapi karena mereka tidak mempercayainya. Karena itu banyak orang lebih berbahagia menerima daripada memberi, lebih suka ditolong daripada menolong. Hidup hanya berpusat kepada pusaran diri sendiri.

Αda ilustrasi menarik begini:

Seorang buta sedang berjalan dengan tongkatnya di malam hari. Tangan kanannya memegang tongkat sementara tangan kirinya membawa lampu. Pemandangan ini cukup mengherankan bagi seorang pria yang kebetulan melihatnya. Supaya tidak penasaran, pria itu bertanya, “Mengapa anda berjalan membawa lampu?”

Orang buta itu menjawab, “Sebagai penerangan.”

Dengan heran pria itu bertanya lagi, “Tapi…… bukankah anda buta dan tetap tidak bisa melihat jalan meskipun ada lampu penerangan?”

Orang buta itu tersenyum menjawab, “Iyaa Benar……. Meski saya tidak bisa melihat, tapi orang lain melihat saya. Selain bisa membuat jalanan menjadi terang, hal ini juga bisa menghindarkan orang lain agar tidak menabrak saya, semakin besar lampu yang saya bawa, semakin terang pula sekeliling saya, hingga dapat mengamankan diri saya dari ditabrak orang ramai”

_______

Al-hasil, disaat melakukan sesuatu untuk orang lain, sebenarnya sedang melakukan sesuatu untuk diri sendiri. Ini sebuah rahasia kehidupan untuk hidup yang penuh berkah, berkelimpahan & bahagia.

Meski demikian, rahasia kehidupan ini tersembunyi bagi orang-orang yang egois, kikir, pelit & melakukan sesuatu berdasarkan apa yang untung bagi dirinya sendiri.

“APA YANG KITA LAKUKAN UNTUK ORANG LAIN, SUATU SAAT PASTI AKAN KEMBALI KEPADA KITA.”

Hidupkan Hidupmu

beranimimpi

 

Orang yang bekerja atau mengaktualisasikan dirinya dengan talentanya tidak akan merasa ia sedang bekerja sambil sesekali memperhatikan jarum jam, tapi ia akan mengalir dan merasakan kedamaian dalam pekerjaannya. Ia akan merasakan pekerjaannya sebagai hobi atau kesukaannya sehingga tidak terasa ada beban dan tekanan ketika ia sedang melakukannya. Bahkan ia bisa menikmati pekerjaannya. Kabar buruknya adalah sangat jarang orang yang mendapatkan dan merasakan hal ini. Kebanyakan mereka bekerja demi uang, melakukannya karena himpitan ekonomi, atau karena tidak ada pilihan lain. Walaupun sebenarnya mereka merasa bosan dan benci dengan apa yang mereka kerjakan, namun mereka tetap saja melakukannya. Keluar dari pekerjaan yang sedang dijalani untuk mengembangkan bakatnya atau untuk memenuhi panggilan jiwanya adalah sebuah keputusan yang beresiko. Jika kita bisa menemukan pekerjaan yang menjadi hobi kita, yakni sesuatu yang menjadi kesukaan kita, tetapi menghasilkan uang maka tindakan kita tidak hanya efektif, tapi juga dilandasi kecintaan dan keikhlasan.

Kita pasti mengenal seseorang yang menjadi penyanyi dengan suara dan penampilan yang memukau dan bisa menghanyutkan pendengarnya; seorang pencipta lagu yang karyanya sangat bagus dan lagunya selalu menjadi hits; seorang pelukis yang karyanya sangat indah; seorang atlet yang prestasinya mendunia; seorang politikus yang sampai ke puncak karier; seorang pembicara publik yang ceramahnya sangat menggugah pendengarnya; seorang tokoh yang sangat disegani masyarakatnya; atau seorang penulis yang karyanya menginspirasi dunia. Mereka adalah orang-orang yang telah berhasil menemukan talentanya (baca: bakat, keunggulan diri), mengasahnya, dan mempersembahkan talenta yang mereka miliki untuk sesama manusia.

Coba Anda bayangkan jika orang seperti W.S. Rendra yang pandai menulis sajak-sajak puisi, namun karyanya hanya disimpan untuk diri sendiri. Jika orang seperti Melly Goeslaw yang pandai mencipta lagu-lagu bagus namun hanya disimpan untuk diri sendiri saja. Jika orang seperti Bambang Pamungkas yang menjadi bintang lapangan hijau dengan nilai kontrak yang mengagumkan, namun jika hanya bermain di klub tingkat RT atau RW saja. Atau seandainya Tom Cruise hanya berakting di depan kaca cermin kamarnya saja, tentu ia tidak akan mungkin berpenghasilan 20 juta dolar Amerika untuk sekali main film.

Mereka memang punya bakat yang luar biasa. Mungkin sulit kita menyamai prestasi mereka, namun ada hal penting yang harus kita perhatikan apa pun bakat atau talenta yang kita miliki: kita harus mengasah dan mengembangkannya di jalur yang sesuai serta mendukung untuk terus maju. Jika kita ingin mencapai puncak prestasi maka kita harus menemukan profesi yang sesuai dengan bakat atau talenta kita. Kita harus berani mencari dan menemukannya.

Kemajuan kita akan melesat dengan cepat jika kita telah berhasil mengenal pribadi kita yang sebenarnya. Kita harus berusaha mengembangkan potensi diri dan meminimalisir kelemahan/kekurangan diri dengan mengoptimalkan keunggulan diri kita di sisi yang lain. Kita harus berani mengambil resiko untuk menemukan profesi yang benar-benar kita sukai sehingga kita bekerja/berkarya tidak hanya untuk materi atau sekedar mencari penghidupan, namun lebih dari itu: bekerja dengan karya cinta. Setiap orang pasti memiliki keunggulan di suatu bidang tertentu. Temukan bidang itu! Dan jika talenta Anda telah menemukan wadahnya maka tidak akan ada orang yang bisa mencegah Anda untuk terus maju.

Kita hidup di bumi ini hanya sekali maka meraih kesuksesan pantas untuk diperjuangkan. Makna kesuksesan itu sendiri bukan pada kenikmatan dan keglamouran fana yang kita tuju, namun pada isi perjalanan atau proses demi proses yang harus kita lewati. Kita sendirilah yang mengukir tiap langkah hidup ini dengan tindakan kita sendiri. Jangan sampai di penghujung hari kita menyesal dan meratapi apa yang sudah terjadi, tetapi ternyata tiada waktu tersisa untuk memperbaikinya.

Bila waktu kita t’lah terhenti; saat itu pula kita harus menutup mata untuk selama-lamanya. Apa yang kita lakukan sekarang, itulah yang akan menjadi masa depan kita. Oleh karena itu sebelum berhasil, jangan pernah menyerah, kawan!

 

Motivasi Diri

 

 

 

Tamak Akan Melahirkan Kehinaan

Kura dan Monyet

ماَ سَبَقتْ اَغْصاَنَ ذ ُلِّ ِاِلاَّ على بِذْرِ طَمَعٍ

“Tidak akan berkembang biak berbagai cabang kehinaan itu, kecuali di atas bibit tamak [kerakusan].” (Kitab al-Hikam: 70)

Sifat tamak bagian dari besarnya aib yang mencela sifat kehambaan,

Sifat tamak (rakus) itu adalah bibit dari segala macam kehinaan dan kerendahan.

Sifat tamak (rakus) itu adalah sumber dari segala penyakit hati,karena tamak itu hanya bergantung pada manusia,minta tolong pada manusia, bersandar pada manusia, mengabdi pada manusia, yang demikian itu temasuk kehinaan, sebab ragu-ragu dengan taqdir Allah.

Abu Bakar al-Warroq al-Hakim berkata: “Andaikata sifat tamak itu dapat ditanya, ‘Siapakah ayahmu?’ Pasti jawabnya, ‘Ragu terhadap takdir Allah. Dan bila ditanya, ‘Apakah pekerjaanmu?’ Jawabnya, ‘Merendahkan diri’. Dan bila ditanya, ‘Apakah tujuanmu?’ Jawabnya, ‘Tidak dapat apa-apa.”

Suatu hikayat mengatakan: “Ketika Ali bin Abi Tholib Karomallahu wajhah, baru masuk ke masjid Jami’ di Basrah, didapatinya banyak orang yang memberi ceramah didalamnya. Maka ia menguji mereka dengan beberapa pertanyaan dan yang ternyata tidak dapat menjawab dengan tepat,  maka mereka di usir dan tidak diizinkan memberi ceramah di masjid itu, dan ketika sampai ke majelis Hasan al-Basri, ia bertanya, ‘Wahai para pemuda! Aku akan bertanya kepadamu sesuatu hal, jika engkau dapat menjawab, aku izinkan engkau terus mengajar di sini, tetapi jika engkau tidak dapat menjawab, aku usir engkau sebagaimana teman-temanmu yang lain, telah aku usir itu’.

Jawab Hasan al-Basri, ‘Tanyakan sekehendakmu’.

Sayyidina Ali bertanya, ‘Apakah yang mengokohkan agama?’

Jawab Hasan, ‘Waro’ (menjaga diri sendiri untuk menjauhi segala yang bersifat syubhat dan haram).

Lalu Sayyidina Ali bertanya lagi, ‘Apakah yang dapat merusak agama?’

Jawab Hasan, ‘Tamak (rakus)’.

Imam Ali berkata kepadanya, ‘Engkau boleh tetap mengajar di sini, orang seperti engkaulah yang dapat memberi ceramah kepada publik’.”

Seorang guru berkata: “Dahulu ketika dalam permulaan bidayahku di Iskandariyah, pada suatu hari ketika aku akan membeli suatu keperluan dari seorang yang mengenal aku, timbul dalam perasaan hatiku; mungkin ia tidak akan menerima uangku ini, tiba-tiba terdengar suara yang berbunyi, ‘Keselamatan dalam agama hanya dalam memutuskan harapan dari sesama makhluk’.” Waro’ dalam agama itu menunjukkan adanya keyakinan dan sempurnanya bersandar diri kepada Waro’ yaitu jika sudah merasa tiada hubungan antara dia dengan makhluk, baik dalam pemberian, penerimaan atau penolakan, dan semua itu hanya terlihat langsung dari Allah Swt.

Sahl bin Abdullah berkata: “Di dalam iman tidak ada pandangan sebab perantara, karena itu hanya dalam Islam sebelum mencapai iman.”

Semua hamba pasti akan makan rezeki-Nya, hanya berbeda-beda, ada yang makan dengan kehinaan, yaitu peminta-minta. Ada yang makan rezeki-Nya dengan bekerja keras, yaitu para buruh, ada yang makan rezeki-Nya dengan cara menunggu, yaitu para pedagang yang menunggu sampai adanya membeli barang-barangnya. Adapun yang makan rezeki-Nya dengan rasa mulia, yaitu orang sufi yang merasa tidak ada perantara dengan Tuhan.

Ketaatan Itu Anugerah Dari Allah

PULAU

 لاَ تـُفـْرِحُكَ الطَّاعَةُ، ِلاَنَّهاَ بَرَزَتْ مِنْكَ، وَاَفْرَحْ بِهاَ ِلاَنَّهاَ بَرَزَتْ مِنَ اللهِ إِليْكَ

“Jangan merasa gembira atas perbuatan taat, karena engkau merasa telah dapat melaksanakannya, tetapi bergembiralah atas perbuatan taat itu, karena ia sebagai karunia, taufik dan hidayat dari Allah Swt. Kepadamu”. (Kitab al-Hikam: 68)

 قـُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذٰ لِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

‘Katakanlah, Dengan merasa mendapatkan karunia dan rahmat Allah Swt, maka dengan itu hendaknya mereka bergembira. Itulah yang lebih baik dari apa yang dapat mereka kumpulkan’. [QS. Yunus 58].”

Gembira atas perbuatan taat itu jika karena merasa mendapat kehormatan karunia dan rahmat Allah Swt., sehingga dapat melakukan taat, maka itu lebih baik. Sebaliknya jika gembira karena merasa diri sudah kuat dan sanggup melaksanakan taat, maka ini menimbulkan ujub, sombong dan kebanggaan, padahal yang demikian itulah yang akan membinasakan amal taat. Allah Swt. telah memperingatkan hambanya yang sombong dan ujub [mengagungkan diri] dengan firmannya dalam hadits Qudsi, Rasulullah Saw. bersabda: ” Allah Swt. berfirman, ‘Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Barangsiapa yang mengambil salah satu dari kedua hal tersebut dari-Ku, maka Aku akan melemparkannya ke dalam neraka’.”

 قطَعَ السَّائرينَ لهُ، والواَصِلينَ مِنْ رُوءْيَةِ أعْمالهِمْ ، وَشُهُودِ أحْوالهِمْ. أمَّاالسّاءـرُونَ فَلاَِ َنَّهُمْ لَمْ يَتحَقــَّقوا الصِّدْقَ مَعَ اللهِ فِيهاَ. أمَّ الواَصِلوُنَ فَلاَِ َنَّهُمْ غيبهُمْ بِشُهُودِهِ عَنْهاَ

“Allah telah memutuskan orang-orang yang berjalan menuju kepada-Nya, dan yang telah sampai kepada-Nya, dari pada melihat/ mengagumi amal [ibadah] dan keadaan diri mereka. Adapun orang yang masih sedang berjalan, karena mereka dalam amal perbuatan ibadah itu belum dapat melaksanakan dengan ikhlas menurut apa yang diperintahkan. Adapun orang-orang yang telah sampai, maka karena mereka telah sibuk melihat kepada الله, sehingga lupa pada amal perbuatan sendiri.” (Kitab al-Hikam: 69)

Sehingga apabila ada amal perbuatan diri sendiri, maka itu hanya karunia, taufik dan rahmat Allah Swt. semata-mata. Tanda bahwa Allah Swt. telah memberi taufik dan hidayah pada seorang hamba, apabila disibukkan hamba itu dengan amal perbuatan taat, tetapi diputuskan dari pada ujub dan arogan dengan amal perbuatan itu, karena merasa belum tepat mengerjakannya, atau karena merasa bahwa perbuatan itu semata-mata karunia Allah Swt., sedang ia sendiri merasa tiada berdaya untuk melaksanakan andaikan tiada karunia dan rahmat Allah Swt.

 

Tanda Hati Yang Mati

mati-hati

اللهُمَّ صَلِّ  عَلٰى  سَيِّدِنَا  مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبيِّ اْلاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تَسْلِيْماً بِقَدْرِ عَظِمَةِ ذاَتِكَ فِي كـُلِّ وَقتٍ وَحِيْـنٍ

“AL-HIKAM KE-58”

 مِنْ علاَماَتِ مَوْتِ القلبِ عَدَمُ الحُزنِ على ماَ فاَتكَ منَ المُواَفَقاَتِ وَتركُ النَّدَمِ علىَ ما فَعلتهُ من الزَّلاَّتِ.

 “Sebagian dari pada tanda matinya hati, yaitu jika tidak merasa sedih [susah] karena tertinggalnya suatu amal [perbuatan] kebaikan [kewajiban], juga tidak menyesal jika terjadi berbuat pelanggaran dosa.” 

Pada hikmah sebelumnya diterangkan supaya jangan meninggalkan Dzikir walaupun hati belum bisa hadir ketika berdzikir. Begitu juga dengan ibadah dan amal kebaikan. Janganlah meninggalkan ibadah lantaran hati tidak khusyuk ketika beribadah dan jangan meninggalkan amal kebaikan lantaran hati belum ikhlas dalam melakukannya.

Khusyuk dan ikhlas adalah sifat hati yang sempurna. dzikir, ibadah dan amal kebaikan adalah cara-cara untuk membentuk hati agar menjadi sempurna. Hati yang belum mencapai tahap kesempurnaan dikatakan hati itu berpenyakit. Jika penyakit itu dibiarkan, tidak diambil langkah mengobatinya, pada satu masa, hati itu mungkin akan mati. Matinya hati berbeda dengan mati tubuh badan. Orang yang mati tubuh badan ditanam di dalam tanah. Orang yang mati hatinya, tubuh badannya masih sehat dan dia masih berjalan ke sana kemari dimuka bumi ini.

Manusia menjadi istimewa kerana memiliki hati rohani. Hati mempunyai nilai yang mulia yang tidak dimiliki oleh akal fikiran. Semua anggota dan akal fikiran menuju kepada alam benda sementara hati rohani menuju kepada Pencipta alam benda. Hati mempunyai persediaan untuk beriman kepada Tuhan. Hati yang menghubungkan manusia dengan Pencipta. Hubungan dengan Pencipta memisahkan manusia dari daerah kehewanan dan mengangkat derajat mereka menjadi makhluk yang mulia.

Hati yang cerdas, sehat dan dalam keasliannya yang murni, berhubung erat dengan Tuhannya. Hati itu membimbing akal fikiran agar akal fikiran dapat berfikir tentang Tuhan dan makhluk Tuhan. Hati itu membimbing juga kepada anggota tubuh badan agar mereka tunduk kepada perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Hati yang bisa mengalahkan akal fikiran dan anggota tubuh badannya serta mengarahkan mereka berbuat taat kepada الله adalah hati yang sehat.

Dalam suatu hadits رَسُول اللهﷺ bersabda: “Barangsiapa yang merasa senang oleh amal kebaikannya, dan merasa sedih/menyesal atas perbuatan dosanya, maka ia seorang mukmin.”

Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه berkata: ”Ketika kami dalam majelis رَسُول اللهﷺ , tiba-tiba datang seseorang yang turun dari kudanya dan mendekati Nabi ﷺ sambil berkata,  ‘Wahai رَسُول اللهﷺ , saya telah melelahkan kudaku selama sembilan hari, maka saya jalankan terus menerus selama enam hari, tidak tidur di waktu malam dan puasa pada siang hari, hingga lelah benar kuda ini, demi hanya untuk menanyakan kepadamu dua masalah yang telah merisaukan hatiku hingga tidak dapat tidur’. Nabi ﷺ bertanya, ‘Siapakah engkau?’ Jawab orang itu, ‘Zaidul-Khoir’ Berkata Nabi ﷺ, ‘Wahai Zaidul-Khoir, bertanyalah kemungkinan sesuatu yang sulit, yang belum pernah ditanyakan’. Berkata Zaidul-Khoir, ‘Saya akan bertanya kepadamu tanda-tanda orang yang disukai dan yang dimurkai?’ Jawab Nabi ﷺ, ‘Untung, untung, bagaimanakah keadaanmu saat ini wahai Zaid?’ Jawab Zaid, ‘Saya saat ini, suka kepada amal kebaikan dan orang-orang melakukan amal kebaikan, bahkan suka akan tersebarnya amal kebaikan itu, dan bila aku ketinggalan merasa menyesal dan rindu pada kebaikan itu, dan bila aku berbuat amal sedikit atau banyak, tetap saya yakin pahalanya’. Jawab Nabi ﷺ, ‘Ya itulah dia, andaikan الله tidak suka kepadamu, tentu engkau disiapkan untuk melakukan yang lain dari pada itu, dan tidak peduli di jurang yang mana engkau akan binasa’. Berkata Zaid, ‘Cukup wahai رَسُول الله, lalu ia kembali ke atas kudanya, kemudian ia berangkat pulang’.”

 

_________

Dikutip: Kitab al-Hikam.

Renungan

Semua hamba hidup di dunia ini tidak bisa lepas dari ujian dan cobaan dari Allah Swt. penguasa Alam.

Sesungguhnya Alloh Swt. akan selalu menguji kepada setiap hamba berbagai macam ujian dan cobaan.

Ada yang diuji dengan segala macam kekayaan kesenangan dan kemewahan, tetapi justru bisa membuat lupa diri dan tinggi hati.

Ada yang diuji dengan segala macam penyakit kesusahan dan kekurangan tidak lain untuk diuji atas kesabarannya.

Semua hamba cepat atau lambat, silih berganti pasti akan kembali dipanggil untuk menghadap Allah yang maha kuasa.

Berbahagialah bagi hamba yang yang dipanggil Allah membawa banyak bekal amal kebaikan dengan penuh keikhlasan.

Semoga hidup kita mampu untuk berbuat syukur dalam nikmat dan sabar dalam cobaan. Aamiin……….!

Menciptakan Kebahagiaan itu Sederhana

Kebun

Bila engkau bisa menahan amarah saat ada orang yang membuatmu marah, itulah bahagia.
Bila engkau bisa menahan pandangan, saat ada barang maksiat mengoda pandangan. Maka itulah bahagia.
Bila engkau bisa menahan lisan walau engkau bisa mengumpat dan berteriak kencang saat ada orang menghardikmu, itulah bahagia.
Bila engkau melihat anak-anakmu membuat ulah dan engkau hampir terperanjat olehnya, namun engkau bisa menahan untuk tidak terpancing oleh mereka. Maka itulah kebahagiaan.
Bila engkau mendengar istrimu banyak permintaan saat engkau tak punya uang, dan engkau masih bisa senyum indah penuh kasih sayang untuknya. Maka itulah kebahagiaan.
Saat banyak orang tak menghargai jerih payah kerja seharian ini, namun engkau masih bisa menunjukkan kerja optimal, itulah kebahagiaan.
Saat engkau harus berdiri di depan kursi, yang kursi itu kosong namun diisi tas oleh orang yang duduk di sebalahnya, engkau ikhlas berdiri. Itulah kebahagiaan.
Saat mertuamu selalu bilang engkau tak perhatian, namun engkau tetap berkunjung silaturrahim kepada mereka. Itulah kebahagiaan.
Saat engkau jauh dari pasangan dan engkau mendapatkan banyak kesempatan untuk menduakan cinta bahkan berbuat selingkuh dengan banyak orang, engkau tetap istiqomah. Itulah kebahagiaan.
Dan saat apa yang paling engkau cintai diambil oleh Allah, engkau tetap ikhlas. Maka itulah puncak kebahagiaan.

MEMBUAT BAHAGIA ITU MUDAH, tak perlu keliling seluruh dunia.
IA ADA DALAM HATI KITA. Selalu sabar dan ikhlas atas semua ketentuan yang ada dan tanpa meninggalkan ikhtiar untuk perbaikan dari semua kekurangan.

 

R.Partawi